Malioboro
adalah salah satu tempat di kota Yogyakarta yang kami kunjungi pada kunjungan
jurnalistik kemarin(31/5). Kemarin, tepatnya hari jumat 31 Mei sekitar pukul 15.00
WIB , rombongan kunjungan jurnalistik Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia
semester VIII tiba di kota Yogyakarta yang berlokasi di depan Keraton kota
Yogyakarta. Yogyakarta kota yang sangat kental dengan budaya jawa ini memang sangat
mempesona. Bukan hanya tempat ataupun makananya, tetapi segala hal yang
berkaitan dengan Yogyakarta pasti sangat menarik untuk dinikmati.
Diantara
bangunan-bangunan megah di kota Yogyakarta masih banyak bangunan-bangunan
peninggalan sejarah yang masih berdiri kokoh. Diantaranya Gedung Bank
Indonesia, Gedung BNI, Keraton Yogyakarta, Gedung Pos, dan lain-lain. Setiap
bagian dari jalan malioboro merupakan saksi bisu perjalanan kota Yogyakarta,
sebuah jalan biasa bisa menjadi suatu titik yang terpenting dari kota
Yogyakarta. Pantas saja sering sekali kota Yogyakarta dijadikan tempat syuting
film atau FTV, memang kota ini sangat indah sekali.
Jalan
Malioboro merupakan salah satu objek wisata di kota Yogyakarta yang sayang
sekali apabila terlewatkan untuk dikunjungi. Malioboro terkenal dengan pusat
perbelanjaan khas Yogyakarta. Jalan ini merupakan tempat perekonomian dan lahan
bisnis yang sangat menjanjikan. Semua hal yang berkaitan dengan kota Yogyakarta
mereka jajakan di sepanjang trotoar jalan Malioboro. Mulai dari makanan,
pakaian, pernak-pernik, gantungan kunci, blangkon, dan masih banyak lagi yang sangat
menarik di sini. Selain pedagang kaki lima yang berjajar di sepanjang trotoar, kawasan
ini didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan, dan pusat perbelanjaan.
Ketika
di Malioboro saya menaiki becak untuk berkeliling kawasan Malioboro, tukang
becaknya sudah tua tetapi ia masih kuat mengayuh becak dengan 3 orang
penumpang. Tarifnya juga sangat murah yaitu 5 ribu rupiah saja. Padahal saya
minta untuk diantar ke Malioboro tetapi tukang becak bilang Malioboro belum
buka, bukanya jam 5 sore, kemudian saya diantarkan kepusat oleh-oleh, ketika di
sana saya melihat salah satu karyawan toko memberikan sesuatu kepada tukang
becak itu, ternyata karyawan itu memberikan uang kepada tukang becak, yang ada
difikiran saya tukang becak bekerja sama dengan pihak toko tersebut, apakah
benar seperti itu? Saya kurang jelas lah dengan hal itu.
Ketika
saya membeli bakpia, salah satu makanan khas kota Yogyakarta, saya bertanya
kepada pedagang bakpia itu, sebenarnya saya ingin tahu banyak hal tentang Malioboro,
ketika saya bertanya tentang sejarah Malioboro pedangang bakpia yang bernama
mbak Ambar itu menjawab seperti ini “ enggak eroh mbak, lhawong aku iki yo mek
nerusne Ibuk ku, Ibuk ku kuwi yo lek nerusne Ibuk e, “ ujarnya”. Setelah mbak
Ambar menjawab seperti itu saya berhenti bertanya. Jadi kesimpulan yang saya
ambil, pedang-pedagang di jalan Malioboro ini sebagian besar kurang mengetahui
bagaimana sejarang jalan Malioboro.
Yogyakarta
merupakan kota seniman, itu terbukti bahwa banyak musisi-musisi besar di
Indonesia dilahirkan di kota Gudeg ini. Tidak heran ketika di Malioboro banyak
musisi jalanan yang silih berganti menunjukkan bakat mereka dari pedagang satu
ke pedagang lainnya. Salah satu yang menarik di sini yaitu ketika terjadi tawar
menawar harga antara penjual dan pembeli, biasanya penjual memberikan harga
yang sangat tinggi bagi pengunjung dari luar kota Yogyakarta, apabila kita
pintar menawar kita bisa mendapatkan harga separoh dari harga yang diberikan
penjual. Kemarin saya membeli sebuah dompet khas Yogyakarta, penjual memberikan
harga 60 ribu, saking pintarnya saya menawar, saya mendapatkan harga 30 ribu. Wow..
pengalaman yang sangat seru....(Dewi Robiatul
Khasanah/PBSI IV A)